"Rumah Putiah" merupakan salah satu bangunan bersejarah peninggalan kolonial Belanda yang terletak di Korong Rumah Putiah, Nagari kapalo Hilalang, Kecamatan 2 x 11 Kayu Tanam, Kabupaten Padangpariaman. Sisa bangunan dan peninggalan sejarah di kawasan ini memiliki potensi untuk dijadikan objek Wisata Budaya.
Potensi di kawasan itu bisa dilihat dari sisa peninggalan berupa artefak, seperti fragmen benda keramik berbentuk vas bunga dan piring, batu bata utuh yang masing-masing memiliki cap/watermark di permukaan atas bata. Kemudian temuan non-artefaktual berupa puing bangunan seperti Rumah Putiah (Tuan Semar), Bekas Bangunan Pengintai, Bekas Bangunan Barak Pekerja, Sisa Bangunan PLTA, maupun Sisa Pabrik Pengeringan Kopi.
Tinggalan bangunan kolonial ini sendiri dihubungkan dengan sejarah perkebunan kopi yang pernah ada di lokasi itu. Menurut sejarah, pada awal abad ke-19, terjadi eksploitasi sumber daya alam berupa perkebunan kopi di Nagari Kepalo Hilalang, dikarenakan kondisi tanah yang cocok untuk perkebunan dan jauh dari jalan raya atau berada di hutan.
Tanam paksa kopi di Minangkabau dikarenakan kopi menjadi komoditi yang laris di pasar internasional sehingga menyebabkan melambungnya harga kopi. Belanda saat itu perintahkan semua biji kopi rakyat harus diserahkan ke gudang kopi milik kolonial. Meski tidak berlangsung lama, sejarah eksploitasi kopi di Minangkabau menyisakan sejarah "kopi daun" atau kawa daun.
Tinggalan bersejarah di kawasan Korong 'Rumah Putiah' memberikan informasi yang berharga bagi ilmu pengetahuan seperti:
1. Kondisi alam yang sejuk di daerah ini ternyata cocok untuk pengembangan perkebunan kopi yang baik kualitasnya- mutu ekspor.
2. Sisa-sisa artefak maupun peninggalan bangunan bersejarah yang ada sangat penting artinya bagi pembelajaran sejarah dan pola sistem berjalannya suatu pabrik kopi.
3. Sisa bangunan PLTA bisa menjadi objek penelitian bagi disiplin ilmu yang lain seperti teknik mesin maupun elektro mengenai operasional dan pengolahan kopi.
Yang menjadi masalah saat ini adalah belum tersosialisasikannya dengan baik akan pentingnya kawasan bersejarah kepada masyarakat sekitar, sehingga masih kurang kepedulian dalam menjaga, menyimpan maupun melaporkan temuan bersejarah dari lokasi tersebut.
Oleh sebabnya banyak ditemukan benda-benda seperti piring maupun vas bunga yang sudah dalam kondisi tidak utuh saat ditemukan. Begitu pula bangunan yang hampir 80 persen sudah tidak utuh-- hanya berupa puing reruntuhan.
Disamping itu, pembangunan kepariwisataan juga terkadang berbenturan dalam hal pengembangan kawasan.
Pemerintah Kabupaten Padangpariaman, melalui Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bertekad untuk terus memenuhi amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Bertekad terus melestarikan objek peninggalan bersejarah dan melakukan koordinasi dengan pihak terkait seperti Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat, Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata, Pemuka masyarakat, para pelaku wisata setempat, masyarakat sekitar serta pihak akademisi dan pemerhati budaya dalam usaha pengembangan pariwisata berbasis budaya yang sesuai dan tidak merusak kawasan maupun objek peninggalan bersejarah yang ada.
Perhatian dari akademisi sekaligus tokoh masyarakat di Nagari Kapalo Hilalang, Hasanuddin, Dosen Ilmu Budaya Unand, patut dipuji karena dia yang pertama kali melaporkan adanya temuan tersebut kepada pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya dan pihak Pemerintah Daerah untuk melakukan tindakan secepatnya agar kawasan bersejarah tersebut tidak rusak.
Kemudian dukungan dari Anggota Dewan Provinsi Sumatera Barat, Endarmy juga patut diapresiasi dengan kesediaan memberikan bantuan bila rencana pembangunan museum di lokasi ini terlaksana.
Semoga niat Bupati Padangpariaman beserta tokoh dan instansi terkait tersebut untuk mengembangkan kawasan Korong Rumah Putiah sebagai Objek Wisata Budaya bisa terealisasi di masa yang akan datang.
Oleh Baiq Nila Ulfaini, S.Sos MPA, (Kasi Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Padangpariama).
0 komentar:
Posting Komentar